Google

Friday, July 01, 2005

Thesis 33 - PENGAMPUNAN

PENGAMPUNAN

Thesis 33

Pengampunan TUHAN tidak terbatas, tetapi penerimaan kita terhadap pengampunannya dapat terbatas.

Dia pikir dia telah melakukan kejahatan yang sempurna. Selama beberapa tahun ini rencananya sepertinya akan berhasil. Pekerjaannya di pemerintahan telah menjadi batu loncatan menuju kesuksesan finansial. Tagihan bulanannya hampir seperti sebuah lelucon, begitu kecil dibandingkan dengan jumlah yang secara teratur ia gelapkan.

Kadang kala dia sedikit khawatir. Semakin ia berusaha mengatur pendapatannya, semakin banyak sepertinya yang ia habiskan. Tetapi isterinya menyukai barang-barang bagus, anak-anaknya terbiasa hidup mewah, maka dia menyingkirkan ketakutannya dan tetap dengan rencananya.

Kemudian suatu hari seluruh dunia menjadi runtuh di sekelilingnya. Pemeriksa keuangan secara tidak terduga memeriksa pembukuan dan dia tidak mempunyai waktu untuk menutupi jejaknya. Yang paling mengerikan dan mengejutkannya, dia ditangkap untuk ditahan, dituntut dengan hutang terhadap pemerintah sebesar 10 juta dollar. Dia tidak bisa membayangkan kemana uang itu telah pergi. Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi kepadanya sekarang. Isteri dan anak-anaknya akan dipermalukan. Rumahnya yang indah akan disita, dan dilanjutkan dengan penjualannya untuk mengembalikan hutang-hutangnya. Tetapi walaupun seluruh hartanya dilikuidasi, dia masih berhutang berjuta-juta lagi. Dan bagaimana dia dapat berharap membuat rencana lain untuk mengganti sumber penghasilannya jika dia duduk di dalam penjara?

Hari persidangannya akhirnya tiba. Dia hanya melakukan apa yang dapat dilakukannya. Dia maju menghadap hakim dan mengakui kesalahan sebagaimana yang dituduhkan. Tetapi dia menyerahkan dirinya kepada belaskasihan pengadilan, meminta waktu untuk membayar ganti rugi. Dia sangat takjub, hakim menangguhkan penghukumannya walau dia telah dinyatakan bersalah.

Dia berjalan keluar dari ruang pengadilan sebagai orang bebas. Tetapi dia belum benar-benar bebas. Karena dia telah memutuskan dalam benaknya sendiri bahwa bagaimanapun dia akan mengembalikan uang yang telah dia gelapkan. Jika tidak, dia merasa bahwa dia akan memiliki kewajiban terhadap pemerintah selamanya.

Di jalan menuju ke rumah, kesempatan pertama muncul dengan sendirinya. Dia bertemu dengan teman sekerjanya yang berhutang kepadanya 30 Dollar. Tidak banyakm, tetapi itu adalah suatu awal, dan disamping itu, dia harus menghidupi dirinya sendiri sekarang, tanpa bantuan penghasilan tambahan. Maka dia menuntut 30 Dollar itu.

Teman sekerjanya menyatakan tidak punya uang. Tetapi hutang itu telah lama jatuh tempo, dan dia merasa telah cukup bermurah hati. Maka dia membuat tuntutan terhadap pria ini di dalam sebuah persidangan kecil.

Beberapa hari kemudian, ketika kasus itu muncul, hakim ketua yang memimpin sidang adalah orang yang sama dengan hakim yang membebaskannya. Ketika hakim melihat bahwa penggugat adalah orang yang baru-baru ini ada di ruang sidangnya, dia sangat marah. Dia segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjatuhkan kembali hukuman yang telah ditangguhkan itu. Dan orang itu diseret ke penjara, sementara tuntutannya terhadap rekan kerjanya dibatalkan.

Cerita ini dicatat dalam Matius 18, mengajarkan kebenaran penting tentang pengampunan. Pengampunan TUHAN tidak terbatas. Penerimaan kitalah yang kadang kala terbatas terhadap pengampunan-Nya dan menggagalkan rencana-Nya untuk membebaskan kita dari penghukuman atas dosa-dosa kita.

Yesus menceritakan kisah ini untuk menjawab pertanyaan Petrus tentang seberapa sering dia harus mengampuni saudaranya. Yesus memberikan jawaban tujuh puluh kali tujuh kali yang terkenal itu, mengindikasikan belas kasih Allah yang tidak berakhir terhadap kita.

Tujuh puluh kali tujuh kali bukan maksud Allah membuat sebuah catatan, dan ketika kita telah mengampuni 490 kali, itulah batasnya. Pengampunan-Nya tidak mengenal batas. Tetapi kita sering menjadi takut dan malu, dan berhenti meminta. Kita berhenti mencari pengampunan-Nya, karena kita berpikir bahwa kita telah terlalu jauh. Dan kita menaruh batas pada pengampunan-Nya yang tidak pernah ada dalam maksud-Nya.

Atau kita mungkin menemukan diri kita bersimpati kepada orang di cerita itu. Orang ini, yang diampuni hutang 10 juta dollar-nya, tidak pernah sungguh-sungguh menerima pengampunan yang ditawarkan. Adalah benar bahwa dia memohon pengampunan, tetapi “ketika orang yang berhutang kepadanya memohon kemurahan hatinya, dia tidak memiliki kesadaran betapa besar hutangnya. Dia tidak menyadari ketidaksanggupannya. Dia berharap untuk menyelamatkan dirinya.”—Christ Object Lessons, hal. 245.

Perlakuannya terhadap rekan sekerjanya menunjukkan kegagalannya menerima pengampunan yang ditawarkan. Dan ketika hakim menggantikan hukuman dan mengirim orang itu ke penjara, dalam kenyataannya dia hanyalah sekedar melaksanakan pilihan orang itu sendiri. Karena itu TUHAN tidak pernah memaksakan pengampunan-Nya kepada siapapun.

Ketika kita melihat betapa besar dosa kita sebenarnya dan ketidaksanggupan kita sama sekali untuk menyelamatkan diri kita, kita tidak harus putus asa. Semakin besar hutang kita, maka semakin besar kebutuhan kita akan belas kasihan dan pengampunan Allah. Dan karena kasih-Nya yang besar, tidak ada yang paling Allah inginkan selain mengampuni kita dan membebaskan kita.

95 Theses on Righteousness by Faith, Morris L. Venden,
Pacific Press Publishing Associations-Boise, Idaho.
Translated by Joriko Melvin Sihombing