Google

Monday, May 16, 2005

Thesis 79 - BERSAKSI

BERSAKSI

Thesis 79

Kita tidak dapat memberikan kepada orang lain apa yang diri kita tidak miliki.

Mari kita bayangkan bersama sebuah ruang pengadilan. Saksi bersumpah, setuju menyatakan “kebenaran, seluruh kebenaran, dan tidak lain selain kebenaran.” Dia duduk di tempat saksi, dan pertanyaanpun mulai.

“Dimana kamu berada pada malam terjadinya tindak kejahatan?”

“Di rumah.”

“Apa yang sedang kamu lakukan saat itu?”

“Saya sedang tidur di tempat tidur.”

“Apakah engkau melihat sesuatu yang tidak biasanya?”

“Tidak.”

“Mendengar sesuatu?”

“Tidak. Saya tertidur selama kejadian berlangsung.”

“Dan kamu ini seorang saksi?”

Pada titik ini “saksi” tersebut diusir keluar ruang pengadilan, bukan?

Ada sebuah cerita menarik di Perjanjian Lama tentang seorang saksi yang tidak memiliki apa-apa untuk diceritakan. Absalom telah berusaha untuk mengambil alih kerajaan dari tangan ayahnya, Daud. Telah terjadi sebuah peperangan, dan di tengah sengitnya pertempuran bagal Absalom melewati sebuah pohon yang cabang-cabangnya bergantung rendah, dan Absalom tergantung oleh rambutnya! Seorang laki-laki bernama Kushi adalah seorang saksi dan diperintahkan untuk pergi menceritakan kepada raja Daud apa yang telah ia lihat.

Tetapi seorang yang lain juga ingin berlari. Namanya Ahimaas. Dia pergi ke perwira yang memimpin dan berkata, “Biarlah aku berlari juga.”

Perwira itu menjawab, “Mengapa engkau ingin berlari? Engkau tidak punya berita apapun untuk dilaporkan.”

Tetapi Ahimaas bersikeras. Dan berlari juga, walaupun dia kekurangan informasi! Kenyataannya, dia berlari begitu baik sehingga dia berhasil mendahului saksi yang sebenarnya, Kushi, dan tiba lebih dahulu. Dia bersujud di hadapan raja Daud dan berkata, “Terpujilah TUHAN, Allahmu, yang telah menyerahkan orang-orang yang menggerakkan tangannya melawan tuanku raja.” Tetapi ketika Daud menekannya untuk menceritakan lebih rinci mengenai Absalom, yang dapat dia jawab hanyalah, “Aku melihat keributan yang besar, ketika Yoab menyuruh pergi hamba raja, hambamu ini, tetapi aku tidak tahu apa itu.” 2 Samuel 18:29.

Banyak orang dalam iman Kristen telah berlari bersama Ahimaaz! Semangat mereka besar, tetapi berita yang mereka bawa kabur. Untuk menjadi saksi yang efektif, engkau harus mempunyai sesuatu untuk disaksikan! “Tanpa iman yang hidup di dalam Kristus sebagai Juruselamat pribadi adalah mustahil untuk membuat pengaruh kita terasa di dalam dunia yang penuh keragu-raguan ini. Kita tidak dapat memberikan kepada orang lain apa yang diri kita sendiri tidak miliki. Sebanding dengan kesetiaan dan pengabdian kita sendiri kepada Kristus-lah kita dapat menggunakan sebuah pengaruh untuk memberkati dan mengangkat umat manusia. Jika tidak ada pelayanan yang nyata, tidak ada kasih yang sejati, tidak ada pengalaman yang nyata, maka tidak ada kekuatan untuk menolong.”—Thoughts From The Mount of Blessings, hal. 37.

Langkah pertama dalam menjadi seorang saksi bagi Kristus adalah memiliki pengalaman bersama-Nya bagi dirimu sendiri. Tidak cukup karena telah melihat sebuah perubahan di dalam kehidupan orang-orang lain, atau telah merasakan kuasa dan kegembiraan dari Injil. Kesaksian Kristen harus selalu berdasarkan pada orang pertama. Tidak ada yang akan tertarik oleh seorang saksi bagi Kekristenan yang hanya dapat mengatakan, “Aku melihat keributan yang besar, tetapi aku tidak tahu apa itu.”

Saksi yang ditunggu-tunggu dunia hari ini adalah kesaksian yang Yesus tugaskan kepada orang yang dirasuk setan di Gerasa dan juga kepada kita sekarang ini. Dia berkata, “Pulanglah ke rumahmu, kepada orang-orang sekampungmu, dan beritahukanlah kepada mereka segala sesuatu yang telah diperbuat oleh TUHAN atasmu dan bagaimana Ia telah mengasihani engkau!” Markus 5:19.

95 Theses on Righteousness by Faith, Morris L. Venden,
Pacific Press Publishing Associations-Boise, Idaho.
Translated by Joriko Melvin Sihombing