Google

Friday, May 06, 2005

Thesis 90 - YESUS

YESUS

Thesis 90

Yesus seperti Adam sebelum kejatuhan bahwa Dia memiliki sifat yang tidak berdosa—Dia tidak dilahirkan terpisah dari Allah. Yesus seperti Adam setelah kejatuhan dalam hal kekuatan fisik, kekuatan mental, dan nilai moral (kekuatan).

Orang kadang bertanya apakah Yesus seperti Adam sebelum kejatuhan atau seperti Adam setelah kejatuhan. Jawabnya adalah Ya!

Untuk mengerti jawaban tersebut kita perlu mengerti aspek apa dari kehidupan Yesus yang sedang kita bicarakan. Kita bisa membagi kepribadian-Nya sebagai manusia ke dalam empat aspek: sifat kerohanian, kekuatan fisik, kekuatan mental, dan nilai moral atau kekuatan moral.

Yesus seperti Adam sebelum kejatuhan dalam hal sifat kerohanian. “Kristus disebut Adam kedua. Dalam kemurnian dan kemuliaan, berhubungan dengan TUHAN dan dikasihi TUHAN. Dia mulai di mana awalnya Adam mulai. Dengan rela Dia melewati wilayah di mana Adam jatuh, dan menebus kegagalan Adam.”—S.D.A. Bible Commentary, vol. 7, hal. 650.

Kristus sepenuhnya manusia, tetapi sepenuhnya tidak berdosa—satu-satunya manusia sejak Adam yang mampu membuat pernyataan seperti itu. Dia dapat berkata, tanpa dapat dibantah, pada penutupan pelayanan-Nya. “Penguasa dunia ini datang dan ia tidak berkuasa sedikitpun atas diri-Ku.” Yohanes 14:30. Selected Messages, jilid 1, hal. 256, berkata: “Kita tidak perlu mempunyai keragu-raguan dalam memandang sifat kemanusiaan Yesus yang sempurna tanpa dosa.” Dan komentar Ellen G. White, S.D.A. Bible Commentary, vol. 7, hal. 912, berkata: “Dia mengambil posisi-Nya pada bagian terdepan kemanusiaan dengan mengenakan sifat dasarnya tetapi bukan manusia yang berdosa.”

Sepintas, engkau bisa melihat pertentangan di sini, karena ada pengertian dalam mana Kristus menimpakan ke atas diri-Nya sendiri kesalahan kita, dosa kita dan bahkan keadaan alamiah kita yang berdosa. Walau Dia menanggung kesalahan kita, Dia tidak menjadi bersalah, atau Dia, juga, akan membutuhkan seorang Juruselamat. Ketika Dia menanggung sifat berdosa kita, hal itu tidak membuat sifat alamiah-Nya berdosa. Dia menanggung kesalahan dan dosa kita sebagai Pengganti kita.

Ketika malaikat datang mengunjungi Maria dengan kabar tentang Mesias yang akan segera lahir, dia berkata, “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kau lahirkan itu akan disebut kudus.” Lukas 1:35. Yesus lahir dengan cara yang berbeda dari kita lahir. Tidak seorangpun dari kita yang pernah disebut “kudus”. Seperti Adam sebelum kejatuhan, Yesus mempunyai sifat manusia, dengan kemungkinan untuk menyerah kepada pencobaan. Tetapi karena Dia tidak pernah menyerah kepada dosa, Dia tetap tidak berdosa. Baca Desire of Ages, hal. 117. Maka Dia menjadi Adam kedua dan menebus kita dari kegagalan Adam yang pertama. Baca 1 Korintus 15:21,22.

Tetapi Yesus juga lahir dengan cara yang berbeda dari Adam. Pada awalnya, Dia dilahirkan! Adam tidak; Adam diciptakan! Tetapi Yesus tidak mulai dengan keuntungan yang Adam miliki pada awalnya. “Selama empat ribu tahun umat manusia telah merosot dalam kekuatan fisik, kekuatan mental, dan nilai moral; dan Kristus menanggungkan ke atas diri-Nya kelemahan kemanusiaan yang merosot. Hanya dengan begitu Dia dapat menyelamatkan manusia dari kedalaman yang terendah dari kemerosotannya.”—The Desire of Ages, hal. 117.

Maka Kristus menerima kekuatan fisik yang jauh berkurang dari pada yang dimiliki Adam. Dia tidak setinggi Adam, karena manusia telah merosot dalam ukuran sejak masa Penciptaan. Dia tidak sekuat Adam. Dia mengalami kelelahan dan membutuhkan istirahat ketika Adam mungkin tidak—seperti pada malam di danau dan dekat sumur di Samaria, saat-saat ketika bahkan murid-murid-Nya masih mampu untuk bertahan.

Kristus manusia tidak secerdas Adam! Kebijaksanaan yang terlihat dalam pelayanan-Nya datang dari Sumber di atas-Nya, bukan dari dalam-Nya. Dia tidak menggunakan “IQ” Keallahan-Nya. Dia bergantung kepada Bapa-Nya untuk kebijaksanaan dan bahkan untuk rencana-rencana-Nya setiap hari.

Bahkan Kristus-pun tidak memiliki nilai moral yang sama dengan Adam. Apakah nilai moral itu? Ellen White, yang menggunakan istilah itu, tidak menerangkannya. Tetapi nilai moral berhubungan dengan berapa banyak kekuatan yang dimiliki seseorang, berapa besar kendali atas tingkah lakunya. Jika Kristus memiliki nilai moral yang lebih rendah dari Adam, lebih lemah melawan pencobaan dalam sifat kemanusiaan-Nya terpisah dari kuasa dari atas.

Betapa sebuah pernyataan kasih Allah, karena Dia rela mengizinkan Anak-Nya untuk datang dan menanggung resiko seperti itu demi kepentingan kita! The Desire of Ages mengatakan kepada kita bahwa Bapa mengizinkan Kristus “untuk menghadapi bahaya kehidupan yang sama dengan yang dihadapi setiap jiwa manusia, untuk berperang dalam peperangan seperti setiap anak dari kemanusiaan harus berperang, dengan resiko kegagalan dan kebinasaan yang kekal.” Kita rindu melindungi orang-orang yang kita kasihi dari kuasa Setan. Namun “untuk menghadapi pertentangan yang lebih sengit dan resiko yang lebih menakutkan, Allah menyerahkan Anak-Nya yang tunggal, sehingga jalan kehidupan dapat dipastikan bagi anak-anak kita. ‘Inilah Kasih itu.’ Langitpun takjub! Bumipun terheran-heran!”—Hal. 49.

95 Theses on Righteousness by Faith, Morris L. Venden,
Pacific Press Publishing Associations-Boise, Idaho.
Translated by Joriko Melvin Sihombing