Google

Wednesday, May 04, 2005

Thesis 92 - YESUS

YESUS

Thesis 92

Yesus mengalahkan pencobaan dengan cara yang sama kita dapat menang: oleh kuasa dari atas dari pada dari dalam.

Yesus telah bekerja keras sepanjang hari, mengajar dan menyembuhkan orang-orang. Ketika petang datang, Dia pergi bersama murid-murid-Nya menyeberangi danau. Dia kelelahan. Sejak awal perjalanan mereka, Dia telah tertidur di bagian belakang perahu.

Murid-murid tidak memperhatikan. Mereka adalah para nelayan—bukan guru. Sepanjang hari Yesus telah melakukan pekerjaan-Nya; sekarang tiba bagi mereka untuk melakukan tugas mereka. Mereka mungkin merasa janggal mencoba untuk melayani orang-orang sebagaimana yang Dia lakukan, walaupun mereka sedang belajar. Tetapi hal-hal yang berhubungan dengan laut dan perahu berada dalam departemen mereka, dan mereka merasa yakin bahwa mereka dapat menangani apapun yang mungkin terjadi.

Mereka tidak khawatir pada badai pada awalnya. Mereka telah melihat berbagai topan di laut ini, dan mereka telah melalui semua itu. Berjuang untuk mengendalikan perahu menyerap perhatian mereka, dan pada saat badai itu berada pada keadaan terburuknya, mereka telah benar-benar melupakan bahwa Yesus ada di perahu. Hal itu kelihatannya luar biasa, bukan? Kita bertanya-tanya bagaimana bisa mereka lupa.

Tetapi berapa kali kita telah melupakan Yesus? Pernahkah engkau mengalaminya? Pernahkah engkau hampir celaka di jalan bebas hambatan dan menemukan dirimu bergantung kepada kecakapan mengemudimu untuk menyelamatkanmu, dari pada berseru memohon pertolongan dari atas? Pernahkah engkau berada di tengah-tengah sebuah krisis keluarga, ketika emosi meninggi dan kata-kata menjadi tajam, dan engkau berusaha menenangkan badai itu—dan ingat untuk berdoa sesudahnya? Ketika salah seorang anakmu menjadi korban cedera atau penyakit yang mendadak, siapa yang engkau panggil pertama kali—dokter keluarga atau Dokter Agung? Adalah mungkin bahkan hari ini bagi kita untuk melupakan bahwa Yesus ada di dalam perahu, bukan?

Pengalaman Yesus dan murid-murid-Nya pada malam di danau itu adalah perumpamaan bagi kita saat ini tentang bagaimana Yesus mengalahkan pencobaan. The Desire of Ages, hal. 336, menggambarkannya begini: “Ketika Yesus terbangun untuk menghadapi badai, Dia berada dalam damai yang sempurna. Tidak ada jejak ketakutan dalam kata-kata atau raut wajah, karena takut tidak ada dalam hati-Nya. Namun Dia tidak bersandar pada kepemilikan kuasa yang mahabesar. Bukan sebagai ‘Penguasa bumi dan laut dan langit’ Dia berbaring dengan tenang. Kuasa itu telah Ia letakkan, dan Dia berkata, ‘Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri.’ Yohanes 5:30. Dia percaya dalam kekuatan Bapa. Adalah di dalam iman—iman dalam kasih dan pemeliharaan Allah—Yesus bersandar, dan kuasa dari firman yang menenangkan badai itu adalah kuasa Allah. Sebagaimana Yesus dapat bersandar oleh iman dalam pemeliharaan Bapa, demikianlah kita bersandar dalam pemeliharaan Juruselamat kita.”

Ellen White melanjutkan untuk menghubungkan antara badai di laut dan badai pencobaan yang menimpa kita. “Betapa sering pengalaman murid-murid menjadi pengalaman kita! Ketika prahara-prahara pencobaan berkumpul, dan kilat yang dahsyat menyambar, gelombang menghanyutkan kita, kita bergumul bersama badai sendirian, melupakan bahwa ada Orang yang dapat menolong kita. Kita percaya pada kekuatan kita sendiri hingga harapan kita lenyap, dan kita bersiap-siap untuk binasa. Kemudian kita mengingat Yesus, dan jika kita memanggil Dia untuk menyelamatkan kita, kita tidak akan berseru dengan sia-sia. Walau Dia dengan sedih menegur ketidakpercayaan dan kepercayaan diri kita, Dia tidak pernah gagal memberikan pertolongan yang kita butuhkan.”—Ibid.

Adalah kabar baik bahwa Yesus menang dalam cara yang sama kita dapat menang. Adalah kabar baik karena Dia menghidupkan kehidupan sebagaimana yang kita harus jalani. Dia tidak mempunyai kelebihan atas kita dalam menjalani kehidupan-Nya yang bergantung pada Bapa-Nya. Adalah kabar baik karena Dia mendapatkan kemenangan—dan melalui Dia kita juga dapat memperoleh kemenangan. Melalui kasih karunia pembenaran-Nya, kemenangan-Nya ditempatkan menjadi milik kita ketika kita datang kepada-Nya untuk pengampunan. Tetapi Dia membuat lebih dari pada kemenangan untuk orang lain tersedia. Melalui kuasa-Nya dalam hidup kita, kita dapat mengetahui kemenangan-Nya oleh mengalaminya juga. “Yesus tidak menyatakan kwalitas dan tidak menggunakan kuasa apapun, yang tidak mungkin manusia miliki melalui iman di dalam-Nya. Kemanusiaan-Nya yang sempurna adalah yang boleh dimiliki oleh semua pengikut-Nya, jika mereka mau berada dalam penjagaan Allah sebagaimana Dia.”—Ibid., hal. 664. Dan dalam Selected Messages, jilid 1, kita menemukan kata-kata ini, “Dia (Kristus) bertahan melawan pencobaan, melalui kuasa yang boleh dituntut manusia. Dia tetap berpegang pada takhta Allah, dan tidak ada laki-laki atau perempuan yang tidak boleh mendapatkan pertolongan yang sama melalui iman di dalam Allah. Manusia dapat menjadi pengambilbagian dari sifat-sifat ilahi; tidak ada sebuah jiwapun yang hidup yang tidak boleh meminta pertolongan Surga dalam pencobaan dan penggodaan. Kristus datang untuk menyatakan sumber kuasa-Nya, sehingga manusia tidak perlu bergantung tanpa bantuan kepada kemampuan-kemampuan manusianya.”—Hal. 409.

Kristus meletakkan kuasa keilahian-Nya ketika Dia datang ke bumi ini. Namun melalui kuasa ilahi sehingga Dia menang. Dia menolak menggunakan keilahian-Nya dan bergantung kepada kuasa dari atas-Nya. Dan kuasa yang sama tersedia bagi kita. Keilahian dapat digabung dengan kemanusiaan dalam kehidupan kita sebagaimana dalam kehidupan-Nya, dan oleh menjadi “pengambilbagian dari sifat ilahi,” kita dapat menjadi para pemenang. 2 Petrus 1:4.

95 Theses on Righteousness by Faith, Morris L. Venden,
Pacific Press Publishing Associations-Boise, Idaho.
Translated by Joriko Melvin Sihombing