Google

Saturday, June 18, 2005

Thesis 46 - JAMINAN

JAMINAN

Thesis 46

Satu alasan mengapa kita tetap berbuat dosa adalah kita tidak percaya bahwa kita telah diampuni. Jaminan menuntun kepada kemenangan. Ketidakpastian menuntun kepada kekalahan.

Dalam sebuah gereja yang saya gembalakan beberapa tahun yang lalu, sebuah keluarga mengadopsi seorang anak perempuan berusia lima tahun. Dilahirkan oleh seorang ibu “junkie” (pemadat = pengguna obat-obatan terlarang), anak itu telah mengalami lebih banyak sisi buruk dari kehidupan dibandingkan kebanyakan orang dalam seumur hidupnya. Dia telah belajar bagaimana untuk bertahan, tetapi dia tidak tahu bagaimana untuk hidup. Dia tahu bagaimana untuk membenci, tetapi tidak tahu bagaimana untuk mencintai. Dalam banyak cara dia kelihatannya sebuah kasus yang tidak mungkin.

Serangkaian rumah penampungan telah dia lalui di belakangnya. Dia akan bercerita tentang “Mama Karen,” dan “Mama Becky,” dan “Mama Ann.” Semuanya telah memberikan kekecewaan kepadanya. Sekarang dia telah diadopsi oleh sebuah keluarga Kristen dan dijanjikan sebuah keluarga tetap. Tetapi dia tidak tahu apa artinya ketetapan. Yang dia tahu hanyalah sementara—dan dia tidak akan membiarkan dirinya disakiti lagi.

Dia merasa pasti bahwa dia akan ditinggalkan, sehingga dia melakukan segala sesuatu yang akan mempercepat proses itu. Dia adalah ahli dalam mengacaukan sebuah keluarga. Karena dia telah diperlakukan secara kejam sejak masih bayi, tidak ada hukuman yang dapat mengendalikannya. Berkali-kali keluarga barunya merasa putus asa untuk bisa meraih hatinya.

Selama dia tetap yakin bahwa kelakuan buruknya akan mengasilkan penolakan terhadap dirinya, dia terus menerus memberontak. Terobosan datang kepadanya hanya ketika dia akhirnya mengerti bahwa tidak masalah betapa burukpun kelakuannya, dia akan tetap diterima. Hanya ketika keluarga barunya akhirnya menyampaikan penerimaan yang tidak bersyarat kepadanya, dia mulai dapat disembuhkan. Hanya sejak itulah dia mengetahui bahwa ketidakmenurutan tidak lagi diperlukan.

Salah satu hal yang menolongnya untuk mengerti dengan jelas adalah konsekwensi tindakan-tindakannya. Konsekwensi-konsekwensi yang adil, tidak kasar. Tetapi dia tidak diizinkan untuk berkelakuan buruk “tanpa hukuman”. Pada saat yang sama dia perlahan-lahan mengerti bahwa konsekwensi dari ketidakmenurutan bukanlah penolakan dan pengusiran. Selama dia mau tinggal di dalam keluarga itu, tempatnya selalu terjamin.

Kadang kala kita telah melihat Allah dengan cara yang sama dengan anak ini melihat orang tua barunya. Kita telah merasa begitu pasti bahwa Dia akan menolak kita karena apa kita ini, sehingga kita tetap menjadi apa yang kita pikirkan! Kita tetap berbuat dosa karena ktia tidak percaya bahwa kita telah diampuni. Kita tetap kalah karena kita tidak memiliki jaminan bahwa Dia menerima ktia bahkan ketika kita bertumbuh.

Apakah ini berarti dosa itu tidak apa-apa, sehingga kita bisa melanggar hukum-Nya dan berlalu tanpa hukuman? Tidak, perbuatan salah memiliki konsekwensi-konsekwensi. Tetapi ditolak Allah bukanlah salah satu dari akibat-akibat itu—selama kita tetap tinggal “di dalam keluarga itu” dab tetao datang kepada-Nya untuk pemulihan dan pengampunan dan kuasa.

Steps to Christ, hal. 52, menempatkannya dengan cara ini: “Beberapa orang kelihatannya merasa bahwa mereka pasti sedang dalam masa percobaan, dan harus membuktikan kepada Allah bahwa mereka telah berubah, sebelum mereka dapat meminta berkat-berkat-Nya. Tetapi mereka boleh meminta berkat Allah bahkan sekarang. Mereka harus memiliki kasih karunia-Nya, Roh Kristus, untuk menolong kelemahan mereka, atau mereka tidak dapat melawan kejahatan. Yesus senang menerima kita apa adanya, berdosa, tidak berdaya, bergantung. Kita boleh datang dengan segala kelemahan kita, kebodohan kita, keberdosaan kita, dan jatuh di kaki-Nya dalam penyesalan. Adalah kemuliaan-Nya yang mengelilingi kita di dalam kasih-Nya, dan membalut luka-luka kita, membasuh kita dari segala ketidaksucian.”

1 Yohanes 3:2 berkata, “Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apa bila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya.”

Bagian kita adalah untuk memastikan bahwa sekarang kita tetap melanjutkan hubungan dengan-Nya sebagai putra dan putri-Nya. Bagian Dia adalah menjamin bahw apapun yang perlu dilakukan untuk membuat kita menjadi seperti Dia, akan dilakukan pada waktunya.

Yesus mau menerima kita sebagaimana kita ada, karena hanya dengan cara itu kita bisa datang. Dia tidak menetapkan batasan-batasan jumlah waktu berapa kali kita dapat datang dan masih diterima. Dia mencintai kita karena kita adalah anak-anak-Nya, bukan karena kebaikan yang ada dalam diri kita. Dan akhirnya ketika kita mengerti bahwa kita dicintai dan diterima oleh-Nya, kita akan mulai disembuhkan. Menerima penerimaan-Nya membuat perbedaan.

95 Theses on Righteousness by Faith, Morris L. Venden,
Pacific Press Publishing Associations-Boise, Idaho.
Translated by Joriko Melvin Sihombing