Google

Monday, June 13, 2005

Thesis 51 - HUBUNGAN

HUBUNGAN

Thesis 51

Tujuan utama dari berdoa bukanlah untuk mendapatkan jawaban tetapi untuk mengenal Yesus.

Pikirkanlah sejenak tentang salah satu teman akrabmu. Itu tentu merupakan tugas yang menyenangkan! Biarkan pikiranmu kembali ke saat terakhir kalian bersama. Apa yang engkau bicarakan? Apa yang engkau lakukan? Bagaimana engkau menjalani waktu itu?

Sekarang pikirkanlah dua hal. Pertama, berapa banyak dari waktumu bersama sahabatmu yang engkau habiskan untuk meminta kebaikannya?

Apakah engkau kadang kala butuh meminta maaf dari seorang sahabat akrab? Tentu. Apakah engkau pernah meminta pertolongan? Pasti. Tetapi kalau itu yang menjadi dasar keseluruhan persahabatan, tentu hubungan tersebut sudah lama berakhir, bukan?

TUHAN mengundang kita untuk menjalin persahabatan dengan-Nya. Yesus berkata dalam Yohanes 15:14,15: “Kamu adalah sahabat-Ku...Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat.” Steps to Christ, hal. 93, berkata, “Doa adalah hati yang terbuka kepada Allah seperti kepada seorang sahabat.”

TUHAN itu baik dalam memberi dan mengampuni. Dia telah mengundang kita untuk meminta. Dia senang untuk memberi. “Adalah bagian dari rencana Allah untuk memberikan kepada kita, dalam jawaban kepada doa iman, apa yang Dia tidak berikan adalah apa yang tidak kita minta.”—The Great Controversy, hal. 525. TUHAN tidak pemaksa, bahkan dengan berkat-berkat-Nya. Dia telah mengisi firman-Nya dengan janji-janji untuk mendorong kita datang kepada-Nya. Dengan menunggu kita meminta janji-janji berkat-Nya, Dia sedang menghormati kuasa memilih kita.

Tetapi kadang kala kita begitu terhanyut dengan meminta dan menerima sehingga kita telah melupakan berapa banyak yang telah kita dapatkan. TUHAN menginginkan lebih dari sekedar memenuhi kebutuhan kita. Dia menginginkan kasih kita.

Dia telah memberikan kita “janji-janji yang berharga dan sangat besar,”(2 Petrus 1:4), tetapi Dia tidak pernah memberikan kita jaminan bahwa semua janji yang terdapat di dalam Alkitab adalah untuk kita, pada saat ini, dan dalam keadaan sekarang ini. Janji-janji berkat rohani dapat selalu kita minta. Adalah kemauan-Nya untuk mengampuni dosa kita, untuk memberikan kita kuasa penurutan dan kuasa untuk bekerja dalam pelayanan-Nya. Tetapi apa bila tiba pada berkat-berkat sementara—bahkan kehidupan itu sendiri—kita harus menyerahkan kemauan kita kepada kemauan-Nya dan menerima pilihan-Nya bagi kita. Alkitab berisi janji-janji baik untuk kelepasan dari maut dan kekuatan untuk tetap setia hingga kepada kematian. Adalah bagian TUHAN untuk memutuskan karunia mana yang cocok untuk setiap kebutuhan.

Apakah artinya kita tidak boleh meminta berkat-berkat sementara? Tidak, adalah selalu boleh untuk meminta. TUHAN telah meminta kita untuk meminta! Tepat di tengah-tengah doa TUHAN Yesus adalah sebuah permohonan bagi berkat sementara, “Berikanlah kami makanan kami yang secukupnya.” “Dalam mengajar kita untuk setiap hari meminta apa yang kita butuhkan—baik berkat-berkat sementara maupun rohani—TUHAN mempunyai sebuah maksud yang hendak dipenuhi untuk kebaikan kita. Dia mau kita menyadari ketergantungan kita pada pemeliharaan-Nya yang tetap, karenanya Dia menarik kita ke dalam persekutuan dengan-Nya.”—Thoughts From the Mount of Blessing, hal. 113.

Perhatikan mengapa Dia mengundang kita untuk meminta, dari pada hanya sekedar memberi kita berkat-berkat rohani dan sementara yang kita butuhkan tanpa harus memintanya. Itu adalah untuk mengajar kita bergantung kepada-Nya dan untuk membawa kita ke dalam persekutuan dengan-Nya.

TUHAN bukanlah jenis sahabat yang hanya membicarakan hal-hal yang menarik minat-Nya. Dia mengundang kita untuk datang dan berbicara kepada-Nya tentang apa yang ada dalam pikiran kita. Dia ingin mendengar apa yang sedang kita pikir dan rasakan. Dia ingin berbagi dengan kita apa yang menjadi kesedihan dan kebahagiaan kita.

Kadang kala orang bertanya, “Bukankah TUHAN telah mengetahui segala sesuatu tentang kita?” Tentu Dia telah tahu! Tetapi bahkan di dalam hubungan antar manusia, berbicara hanya untuk sekedar bercakap-cakap adalah penting. Bahkan dalam tataran manusia, informasi tidak sepenting komunikasi yang terjadi ketika orang-orang berbagi.

Misalkan engkau mempunyai seorang sahabat yang mendapatkan beberapa kabar baik. Mungkin engkau telah membaca kabar baik ini di koran, dan karena engkau mengenalnya dan mengetahui sesuatu yang menjadi impian dan tujuan dan kepribadiannya, engkau mengatakan kepada dirimu, “Sahabatku pasti akan sangat senang.”

Kemudian misalkan dia meneleponmu dan berkata, “Coba tebak!”

“Gak perlulah bicara tentang itu, sahabatku, aku sudah tahu. Aku membacanya di koran, dan aku tahu engkau sedang senang. Cukuplah membahas tentang itu. Sekarang kita bicarakan yang lain aja, yuk.” Apakah begitu caramu menanggapinya?

Tidak, engkau mendengarnya menceritakan hal itu. Engkau berbagi kesenangannya bersamanya. Engkau merasa tersanjung bahwa dia mau berbagi denganmu, karena itu adalah pernyataan cinta dan persahabatan.

TUHAN mempunyai semua informasi yang Dia butuhkan. Yang kurang adalah persekutuan dengan orang-orang yang Dia kasihi. Itulah sebabnya Dia mengundang kita untuk berbagi tentang hidup kita dengan-Nya.

95 Theses on Righteousness by Faith, Morris L. Venden,
Pacific Press Publishing Associations-Boise, Idaho.
Translated by Joriko Melvin Sihombing