Google

Sunday, July 24, 2005

Thesis 10 - DOSA

DOSA

Thesis 10

Kita tidak berdosa karena melakukan dosa. Kita melakukan dosa karena kita orang berdosa.

Sekelompok mahasiswa kedokteran sedang mempelajari sebuah mayat untuk tugas kuliah mereka. Mereka berkumpul di ruangan di mana mayat itu tergeletak dan mendiskusikan masalah yang ada di hadapan mereka.

“Dia terlihat sangat pucat,” kata mahasiswa pertama.
“Dan dia hanya terbaring di sini, tidak melakukan apa-apa,” tambah mahasiswa kedua.
“Saya cukup yakin bahwa dia tidak pernah cukup gerak badan agar tetap sehat,” kata mahasiswa ketiga.
“Saya pikir tujuan kita yang pertama adalah untuk membangunkan dia dan membuatnya bergerak, untuk menolong agar sirkulasinya dapat berjalan,” mahasiswa keempat membuat kesimpulan. Maka mereka mulai berusaha meyakinkan sang mayat agar mulai bergerak, tetapi mayat tersebut hanya diam di atas meja, dingin dan tanpa suara, tidak peduli apapun yang mereka katakan atau lakukan.

Ya, ini adalah sebuah perumpamaan! Engkau pasti telah menebaknya! Tetapi menggunakan hal ini merupakan persamaan yang mengerikan, marilah kita menggantikan Thesis 10: “Mayat tidak mati karena terbaring di meja. Mayat terbaring di meja karena mati.” Sifat-sifat yang dimiliki mayat muncul sebagai hasil karena menjadi mati—itu bukan penyebab kematian.

Secara rohani, kita dilahirkan dalam keadaan mati. Paulus berbicara dalam Efesus 2:1 tentang “mati karena pelanggaran dan dosa-dosa.” Perbuatan-perbuatan dosa yang dilakukan orang berdosa hanyalah hasil dari kondisi itu, bukan penyebab.

Saya tidak sedang mencoba mengatakan bahwa melakukan dosa tidak berdosa! Tetapi saya berkata bahwa melakukan dosa bukanlah penyebab yang membuat kita berdosa. Jika engkau menghentikan sebuah perbuatan-perbuatan dosa sekarang, apakah itu akan membuatmu benar? Tidak, itu hanya akan membuatmu berkelakuan baik.

The Desire of Ages, hal. 21, berkata, “Dosa berawal dari mementingkan diri.” Pikirkanlah hal itu selama beberapa menit. Lusifer adalah yang paling dihormati di antara malaikat-malaikat di surga. Dialah yang tertinggi di antara segala mahluk ciptaan. Namun, dari pada tetap mementingkan TUHAN, dari pada tetap menyembah Dia, dari pada tetap menjadikan kemuliaan dan kehormatan TUHAN sebagai tujuan tertinggi, Lusifer mulai mencari kemuliaannya sendiri. Dosa tidak mulai dengan Lusifer mencuri buah dari pohon kehidupan. Dosa dimulai dari mementingkan diri dan memuliakan ciptaan dari pada Sang Pencipta.

Adalah hukum alam bahwa tidak mungkin memuliakan TUHAN dan memuliakan diri pada waktu yang bersamaan. Malaikat pertama dari tiga malaikat dalam Wahyu 14 datang dengan pekabaran kepada segala bangsa, kaum, bahasa dan orang-orang, “Takutlah akan Allah dan muliakanlah Dia.”—ayat 7. Pekerjaan injil tidak memiliki ruang untuk kemuliaan manusia. Pembenaran oleh iman “adalah pekerjaan TUHAN yang meletakkan kemuliaan manusia di dalam debu, dan melakukan untuk manusia apa yang tidak mampu dilakukan manusia untuk dirinya sendiri.”—Testimonies to Ministers, hal.456. Penyembahan diri kita dari pada TUHAN adalah penyebab dari semua dosa yang mengikutinya.

Seorang yang berkemauan keras mungkin mampu menguasai tingkah lakunya. Tetapi bahkan orang terkuatpun tidak mampu mengubah kondisinya yang penuh dosa. “Adalah mustahil bagi kita, dengan kekuatan diri sendiri, untuk melepaskan diri dari lubang dosa dimana kita sedang tenggelam. Hati kita adalah jahat, dan kita tidak dapat mengubahnya.”—Steps to Christ, hal. 18.

Segala perubahan luar yang kita capai, terpisah dari Kristus, hanyalah hasil dari kemuliaan diri kita yang muncul ke atas, dan kemuliaan TUHAN yang turun ke debu. Dan kita berakhir lebih jauh dari sebelumnya dari kehidupan yang Kristus tawarkan melalui hubungan dan persekutuan dengan Dia.

Sebuah mayat dapat dibersihkan dan dirapikan dan didandani dengan pakaian terbaik. Mayat itu mungkin tidak merasa bersalah karena telah melakukan suatu perbuatan salah. Mayat itu bahkan dapat dibawa ke gereja. Tetapi mayat tetaplah mayat! Hanya hidup baru dari dalam, yang diberikan TUHAN, yang dapat mengubahkan kematian menjadi kehidupan. Hidup baru itu diterima melalui hubungan dengan Dia. “Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut.” Roma 8:2.

95 Theses on Righteousness by Faith, Morris L. Venden,
Pacific Press Publishing Associations-Boise, Idaho.
Translated by Joriko Melvin Sihombing