Google

Thursday, July 21, 2005

Thesis 13 - IMAN

IMAN

Thesis 13

Defenisi terbaik untuk iman adalah percaya (trust).
Percaya (trust) adalah bergantung kepada yang lain.

Mungkin engkau pernah mendengar cerita tentang pemain akrobat yang berjalan di atas tali yang menyeberangi air terjun Niagara. Setelah dia mempesona penonton dengan keberaniannya, dia bertanya, “Berapa banyak dari kalian yang percaya (believe) saya dapat menyeberangi tali ini lagi, kali ini mendorong gerobak tangan dengan seseorang naik di atasnya?”

Penonton bertepuk tangan. Mereka merasa yakin dia dapat melakukannya. Namun kemudian dia bertanya, “Siapa yang mau menjadi sukarelawan untuk menaiki gerobak tangan ini?”

Semuanya terdiam. Para penonton baru saja diingatkan akan perbedaan vital antara kepercayaan (belief) dan kepercayaan (trust)! Adalah satu hal mempercayai bahwa gerobak tangan itu akan berhasil dengan selamat menyeberangi tali. Namun adalah hal lain pula untuk menempatkan dirimu dalam bahaya.

Jakobus 2:19 menggambarkan perbedaan yang sama ini: “Engkau percaya (believe) bahwa ada hanya satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setanpun percaya akan hal itu dan mereka gemetar.” Untuk memiliki iman yang menyelamatkan, engkau membutuhkan lebih dari sekedar persetujuan mental. Bahkan setan-setanpun memilikinya, dan hasilnya mereka gemetar. Setan-setan percaya (believe)—namun mereka tidak percaya (trust). Dan itulah perbedaan pentingnya.

Tiga kata menggambarkan ketergantungan hubungan orang Kristen kepada Allah: iman, percaya (believe), dan percaya (trust). Dalam penggunaan moderen, percaya (believe) sering hanya menunjukkan pemikiran dari sikap mental. Iman kadang kala dicampuradukkan dengan pemikiran positif (positive thinking). Tetapi kata percaya (trust) mungkin datang dari gambaran terdekat Alkitab tentang ketergantungan kepada Allah. Dimanapun engkau menemukan kata percaya (believe) atau iman di Alkitab, engkau dapat menggantikannya dengan kata percaya (trust), dan mungkin memahami sebuah dimensi baru terhadap kata yang biasa tersebut. Contohnya, “Percayalah (believe) kepada TUHAN Yesus Kristus, dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu.” (Kisah 16:31), akan dibaca, “Percayalah (trust) kepada TUHAN Yesus Kristus, dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu.”

Selected Messages, jilid 1, hal. 398, berkata, “Iman tidak hanya terdiri dari percaya (believe) saja, tetapi juga percaya (trust).” Dan Education, hal. 253: “Iman adalah bergantung (trusting) kepada TUHAN.”

Iman adalah bergantung kepada Yang Lain. Ini mungkin adalah kata yang terdekat untuk kata menyerah yang ditemukan di dalam Alkitab, karena kata itu membawa pemikiran menyerahkan hidupmu di dalam pengendalian TUHAN.”

Orang-orang yang berpencapaian tinggi tidak menyukai ide ketergantungan ini. Dapat menjadi sesuatu yang menakutkan untuk memikirkan menempatkan dirimu di bawah kendali orang lain. Dapat menghancurkan kesombongan manusia dan rasa puas diri untuk mengizinkan orang lain menjadi penentu. Namun “tanpa iman tidak mungkin orang berkenaan kepada Allah.” (Ibrani 11:6)—atau, “tanpa percaya (trust) tidak mungkin berkenaan di hadapan-Nya.” Hanya ketika kita menyerahkan jalan dan kemauan diri, dan sepenuhnya percaya (trust) di dalam kuasa-Nya untuk diselamatkan, barulah TUHAN dapat memenuhi maksud-Nya di dalam hidup kita.

Seperti anak-anak yang membawa mainan rusak mereka
Dengan air mata, agar dapat perhatian
Aku membawa impianku yang hancur kepada TUHAN
Karena Dia adalah Sahabat-ku.

Namun kemudian, dari pada membiarkan-Nya
Bekerja sendiri, dalam damai
Aku tetap ada di dekat-Nya dan mencoba untuk membantu
Dengan caraku sendiri

Akhirnya aku merampas kembali impianku itu dan berseru,
“Mengapa Engkau begitu lambat bekerja?”
“Anakku,” kata-Nya, “Apa yang bisa Aku lakukan?
Engkau tidak pernah menyerahkannya.”

Iman yang sejati, atau percaya (trust), berserah. Hal itu bergantung sepenuhnya. Itu sangat rentan. Akal budi dan pengertian dan logika manusia hanya dapat melangkah sejauh yang dapat dibuktikan dan dilihat mata, dan kemudian kita harus melangkah ke dalam sesuatu yang tidak dapat dibuktikan kecuali oleh pengalaman. Para sarjana theologia kadang kala menyebutkan kebenaran ini sebagai “lompatan iman”.

Tetapi percaya (trust) kepada TUHAN bukanlah sebuah lompatan di dalam kegelapan. Dia telah memberikan kita bukti-bukti yang cukup untuk menjadi dasar kepercayaan (trust) kita di dalam Dia.

Dalam Matius 15 kita menemukan cerita tentang seorang perempuan Kanaan. Dia datang mencari Yesus, telah berjalan sejauh 50 mil agar pencariannya dapat beroleh hasil. Untuk bertemu Dia yang sedang berjalan di jalan yang berdebu dari negerinya pastilah telah memberikannya kekuatan untuk percaya (believe). Tetapi ketika membawakan permohonannya kepada Yesus, Dia seolah-olah mengabaikannya. Perempuan itu tetap bertahan, dan Yesus kelihatan seperti menghina dia. Namun ada bukti yang cukup di penampilan-Nya dan tekanan suara-Nya, perilaku-Nya yang mendorong dia untuk mempercayai (trust) Dia lebih dalam dari penampilannya yang menjengkelkan, dan dia bertahan hingga imannya memberikan hasil. Jawabannya datang ketika dia tetap dan terus-menerus bergantung kepada-Nya.

Catatan penerjemah:
Believe adalah percaya yang hanya ditunjukkan dalam sikap mental saja. Hanya berbentuk pemikiran.
Trust adalah bentuk percaya yang lebih kuat dari believe. Trust tidak hanya dinyatakan dalam sikap mental atau pemikiran, tetapi juga dinyatakan dalam aksi. Trust adalah percaya yang diikuti penyerahan dan ketergantungan sepenuhnya kepada TUHAN.

95 Theses on Righteousness by Faith, Morris L. Venden,
Pacific Press Publishing Associations-Boise, Idaho.
Translated by Joriko Melvin Sihombing