Google

Tuesday, July 19, 2005

Thesis 15 - IMAN

IMAN

Thesis 15

Iman adalah buah Roh Kudus, bukan buah seseorang. Itu bukan sesuatu yang kita kerjakan atau usahakan.

Jika engkau tertarik untuk menghasilkan sesuatu dari buah apel menjadi zucchini, dari manakah engkau mulai? Pernahkah engkau bekerja di kebun buah-buahan? Tahukah engkau bagaimana hal itu dikerjakan? Tidaklah terlalu sulit untuk bisa mengetahui bahwa hal tertentu adalah “penyebab” dan hal yang lain adalah “hasil”. Dan jika engkau berharap untuk berhasil dalam mengusahakan kebun buahmu, tentu engkau tidak akan memusatkan usahamu pada hasilnya, bukan?

Betapa suatu berkat jika kita dapat membedakan antara penyebab dan hasil dengan jelas ketika kita memasuki pertumbuhan rohani. Berapa banyak dari kita yang telah membuang waktu bertahun-tahun dan usaha yang besar untuk mencoba menghasilkan hasil—mengusahakan hasil! Paulus membuat daftar buah yang terlihat di dalam kehidupan orang Kristen. Dan perhatikan bahwa hasil-hasil itu adalah buah Roh Kudus, bukan buah seseorang. “Tetapi buah Roh ialah kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu.” Galatia 5:22,23.

Alkitab selalu menampilkan iman sebagai buah, atau karunia, atau hasil. Itu tidak pernah dihasilkan dari usaha kita. Roma 12:3 berkata bahwa TUHAN telah memberikan setiap orang ukuran iman. Roma 10:17 berkata bahwa iman datang dari pendengaran, dan pendengaran oleh Firman TUHAN. Iman selalu muncul sebagai sebuah hasil dari sesuatu yang lain. Engkau tidak bisa berusaha menghasilkannya. Engkau tidak bisa mengusahakan buah. Engkau tidak bisa mengusahakan karunia. Yang harus engkau usahakan adalah datang ke hadirat Sang Pemberi dan menerima karunia yang telah disediakan. “Tidak ada manusia yang dapat menciptakan iman. Roh bekerja ke atas dan menerangi pikiran manusia, menciptakan iman dalam TUHAN.”—Komentar-komentar Ellen G. White, S.D.A. Bible Commentary, vol.7, hal. 940.

Adalah mudah untuk mencampuradukkan iman dengan perasaan, dengan mencoba mengusahakan iman dengan mengusahakan perasaan. Kapankah engkau menemukan bahwa lebih mudah bagimu untuk percaya bahwa TUHAN akan menjawab doa-doamu? Apakah ketika engkau merasa bahwa Dia akan melakukannya? Atau ketika engkau merasa yakin bahwa Dia tidak akan melakukannya? Kapankah engkau lebih percaya kepada janji Allah untuk mengampuni dosa-dosa yang telah engkau akui kepada-Nya? Apakah ketika engkau merasa diampuni, atau ketika engkau merasa diabaikan? Apakah imanmu terlihat kuat ketika segala sesuatu berjalan lancar, atau ketika langit seakan runtuh di atas kepalamu dan engkau menghadapi pencobaan dan pergumulan?

Tetapi kita diberitahu bahwa, “perasaan bukanlah iman; itu adalah dua hal yang berbeda.”—Early Writings, hal. 72. Dan ini menjadi argument lain mengapa kita tidak pernah bisa mengusahakan iman kita. Adalah mungkin untuk mengusahakan perasaanmu. Engkau dapat mendengar musik yang tepat, engkau bisa terhanyut oleh kefasihan berkhotbah seseorang yang berusaha mencambuk semangatmu; engkau dapat dipengaruhi oleh nyala lampu dan semangat dari orang-orang yang ada di sekitarmu. Dengan mengendalikan sekumpulan orang dengan cara yang tepat, adalah mungkin untuk mengusahakan munculnya perasaan yang luar biasa. Tetapi ketika lampu itu padam dan orang-orang banyak itu pulang ke rumah masing-masing dan engkau tinggal sendiri, apa yang terjadi? Engkau dapat berakhir dengan perasaan yang lebih buruk dari sebelumnya. Pernahkah engkau mengalami kejadian ini? Jutaan orang di dunia kita saat ini hidup dari puncak emosi yang satu ke yang lain, menghabiskan kekuatan hidup mereka dalam pencarian yang membabibuta untuk mengangkat semangat mereka dan menolong mereka melupakan bahwa hal terakhir yang mereka usahakan tidak bertahan.

Sang musuh telah dengan begitu berhasil mengendalikan dunia pada dasar ini sehingga dia masih menggunakannya sebagai salah satu alat terbaiknya di dalam gereja. Ketika seseorang membuat keputusan untuk datang kepada Yesus untuk menemukan kebahagiaan kekal yang telah Dia tawarkan, sang musuh itu datang dan berkata, “Engkau ingin datang kepada Yesus? Sebaiknya engkau memperbaiki hidupmu dahulu agar Dia mau menerimamu.” Dia berhasil membuat orang itu berusaha pada hasil dan menghalangi dia datang kepada Yesus sementara dia mencoba dalam keputusasaan untuk menjadi benar dengan usahanya sendiri. Tetapi kemudian dia mendengar tentang kebenaran oleh iman. Hal itu kedengarannya bagus. Dan dia memutuskan untuk menerimanya, sang musuh datang dengan cara lain. Dia berkata, “Itu benar, kebenaran datang melalui iman. Jangan mengusahakan kebenaranmu; usahakanlah imanmu.” Dan hal itu juga hanya menjadi penghalang antara orang berdosa dan Juruselamat.

Yang benar adalah, engkau tidak mengusahakan kebenaranmu—ataupun imanmu. Keduanya adalah karunia. Keduanya adalah buah. Keduanya datang sebagai hasil dari pengenalanmu akan Yesus. Dan mengenal Yesus datang sebagai hasil dari menjalani waktu di dalam persekutuan dan persahabatan dan hubungan dengan Dia. Jika engkau mau datang kepada-Nya, Dia akan memberimu iman sejati yang engkau butuhkan. Kebenaran adalah yang kedua.

95 Theses on Righteousness by Faith, Morris L. Venden,
Pacific Press Publishing Associations-Boise, Idaho.
Translated by Joriko Melvin Sihombing