Google

Monday, July 04, 2005

Thesis 30 - PERTOBATAN

PERTOBATAN

Thesis 30

Dukacita duniawi adalah berduka karena kita melanggar hukum dan tertangkap. Dukacita Ilahi adalah berduka karena kita telah menyakiti hati dan melukai Sahabat terbaik kita.

Pernahkah engkau mengemudi di atas 100km/jam? Pernahkah engkau dihentikan dan ditilang? Apakah engkau menyesal? Untuk apa engkau menyesal? Menyesal karena tertangkap? Atau menyesal karena mengemudi terlalu cepat?

Pernahkah engkau diperintahkan untuk, ”katakan kamu menyesal”? Semua kita pernah menyaksikan seorang anak yang telah melakukan suatu kesalahan dan tidak ada sedikitpun penyesalan padanya. Kemudian ayah atau ibunya datang dan berkata, ”Sekarang katakan bahwa kamu menyesal.”

Dan anak itu menundukkan kepalanya dan kakinya mengais-ngais lantai dan kelihatan sangat tidak senang. Akhirnya dia bergumam, ”Aku menyesal.” Dan orang tua itu menganggap masalah sudah selesai. Apakah anak itu menyesal? Dia menyesal karena dia harus berkata bahwa ia menyesal!

Alkitab membicarakan dua jenis ”penyesalan.” “Dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian.” 2 Korintus 7:10. Jadi, ada dukacita Illahi dan ada dukacita duniawi.

Dukacita Illahi VS Dukacita duniawi

üPersoalan hubungan û Terbatas pada tingkah laku
üMengubah hidupmu û Hanya mengubah perbuatanmu dan bersifat sementara
üSangat perlu ûTidak bernilai

Yudas memiliki kesedihan yang berasal dari dunia. Dia menyesal karena tertangkap basah. Dia menanti hingga menit-menit terakhir untuk memastikan rencananya berhasil. Tetapi akhirnya ternyata Yesus tidak mau melepaskan diri-Nya dan para imam dan penguasa menghukum Dia, Yudas maju dengan penyesalannya. Dikatakan dalam Matius 27:3, ”menyesallah ia (Yudas)”.

Ini adalah ciri khas penyesalan duniawi yang menunggu hingga tertangkap tangan. Adalah satu hal ”menyesal” setelah engkau dibuktikan bersalah, tetapi sebaliknya adalah hal yang lain ”menyesal” bahkan sebelum engkau dituduh bersalah.

Contoh lain dalam Alkitab tentang jenis penyesalan yang salah adalah Kain. Dia, juga, menunggu hingga menit-menit terakhir dan bahkan kemudian berdebat dengan TUHAN. ”Saudaraku? Siapa? Oh, Habel? Apakah aku harus selalu menjaga adikku?”

Penyesalan yang berasal dari TUHAN, di sisi lain, pada dasarnya sangat berbeda. Kita bersedih karena kita melukai seseorang yang kita kasihi. Desire Of Ages, hal. 300, menyatakan demikian: ”Kita sering bersedih karena perbuatan jahat kita membawa akibat-akibat yang tidak menyenangkan kepada diri kita; tetapi ini bukanlah penyesalan. Kesedihan yang benar karena dosa merupakan hasil pekerjaan Roh Kudus. Roh Kudus menyatakan hati yang tidak bersyukur telah menghina dan mendukakan Juruselamat, dan membawa kita di dalam kesedihan yang mendalam ke kaki salib. Setiap dosa yang kita lakukan, kembali melukai Yesus; dan saat kita memandang Dia yang telah kita pakukan, kita berduka karena dosa-dosa yang telah membawa penderitaan ke atas-Nya. Kesedihan seperti inilah yang akan menuntun kepada penolakan terhadap dosa.”

Hal ini memberikan kita alasan tegas lain mengapa penyesalan haruslah muncul sebagai hasil dari datang kepada Kristus. Kita tidak bisa bersedih karena telah melukai seseorang yang kita kasihi jika kita tidak mengasihi orang itu! Ingat ketika engkau masih kecil, dan engkau telah melakukan sesuatu yang membuat seorang anak tetangga yang nakal menjadi terluka? Apakah engkau menyesal?

Saat kita bertambah dewasa, kita belajar (saya berharap demikian) sedikit demi sedikit tentang semua hal yang meliputi kasih terhadap sesama manusia, sehingga kebaikan kita meluas melewati lingkaran teman-teman dekat kita. Namun kenyataannya tetap saja, semakin engkau mencintai seseorang maka semakin sedihlah hatimu ketika engkau melukainya.

Saat kita belajar mengenal Yesus dan mempercayai kasih yang Dia miliki untuk kita, kita akan menemukan bahwa kita sungguh-sungguh menyesal ketika kita membuat-Nya bersedih. Ini adalah penyesalan yang berasal dari Allah, ”yang tidak akan disesalkan.”

95 Theses on Righteousness by Faith, Morris L. Venden,
Pacific Press Publishing Associations-Boise, Idaho.
Translated by Joriko Melvin Sihombing